Saya sering berpikir begini “ketika passion yang menjadi pondasi sebuah usaha, maka percayalah suatu saat kesuksesan akan kamu jumpai.” Akumulasi dari rangkaian peristiwa yang saya lihat atau pun alami membentuk pemahaman saya tersebut. Dan itu selalu menjadi obrolan yang kerap mampir dalam perbincangan saya dan suami.
Tapi, lupakan dulu pemikiran saya di atas. Terlampau umum! Lebih baik temani saya menelusuri perjalanan kuliner saya pada bulan lalu. Awalnya saya hanya terpukau pada rasa, tapi setelan mengetahui sejarah berdirinya tempat makan yang saya kunjungi tempo lalu, hati saya pun kian terpicut dengan “warung” steak satu ini.
Holycow SteakHouse Kalimalang.
Berawal dari keinginan kami menjamu ibu dan bapak dengan hidangan istimewa, tempat ini menjadi pilihan nan pas menurut suami. Dan bagi saya pengalaman kuliner yang patut kamu coba. Karena, bisa jadi Holycow SteakHouse masuk dalam daftar tempat makan favoritmu. Kebetulan bulan lalu menjadi kunjungan pertama saya ke Holycow SteakHouse. Dan kamu tahu? Lidah saya merespon sangat baik terhadap ledakan rasa yang diterimanya.
Adalah Chef Afit yang berada dibalik kelezatan yang ditawarkan oleh Holycow SteakHouse. Sebelum tahun berdirinya, 2010, menurut Chef Afit harga yang disematkan untuk sebuah Wagyu (sapi Jepang) tergolong mahal. Terbersit keinginan dalam diri Chef Afit menghadirkan steak menggunakan daging kualitas premium dengan harga terjangkau. Chef Afit pun melakukan ragam percobaan di dapurnya. Dari coba-coba itulah Holycow SteakHouse pun lahir sebagai brand lokal yang cukup digemari. Ada beberapa cabang yang sudah didirikan oleh Chef Afit dan salah satunya di Kalimalang.
Soal Harga dan Rasa
Pernahkah membeli makanan dengan harga yang tinggi namun rasa yang didapat tak sesuai harapan? Atau pernahkan membeli makanan dengan harga terbilang murah tapi rasa bagaikan sajian hotel berbintang?
Ada rupa, ada harga. Ungkapan lama ini tampaknya tak berlaku bila di bawa ke ranah kuliner. Ya, rasa tak selamanya dapat diukur dengan sebuah nilai. Seperti di beberapa kejadian yang saya alami. Suatu masa saya pernah mendapati lezatnya sebuah sajian dengan harga di luar perkiraan. Jika harga yang disematkan terlampau tinggi untuk rasa yang tak sesuai selera, dapat dipastikan saya tak akan kembali. Tapi jika yang terjadi sebaliknya atau setidaknya ada keseimbangan antara harga dan rasa, bisa jadi akan ada kunjungan-kunjungan selanjutnya terhadap restoran tersebut.
Lalu bagaiman dengan Holycow StaekHouse yang saya datangi pada bulan lalu?
Untuk saat ini, Holycow SteakHouse adalah steak dengan rasa terbaik buat saya. Saya harus menunggu dua meja untuk mendapat tempat. Tapi waktu mengantri dibayar lunas oleh rasa yang saya dapat. Dan soal harga menurut saya relatif. Tapi bila rasa dan kualitas sebagai tolak ukurnya, maka ini termasuk murah.
Menu Andalan Holycow SteakHouse
Sesuai dengan ide awal yang diusung oleh Holycow SteakHouse yaitu “wagyu for everyone”, Wagyu pun menjadi menu andalannya. Tentu tak hanya Wagyu saja yang dihadirkan, daging dari kelas yang berbeda pun dapat kamu jumpai di sini. Seperti US Certified Angus Beef yaitu steak dari sapi pedaging berwarna hitam legam dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh negeri Paman Sam. Dan Australian Prime Selection yang dari namanya sudah jelas daging ini berasal dari mana, yup, dari Australia. Dunia mengakui bila Jepang, Amerika dan Australian adalah tiga negara yang dipercaya mampu memproduksi daging-daging berkualitas.
Lantas apa yang membedakan ketiganya?
Beberapa sumber menyebutkan marbling pada daging menentukan tingkat kualitas yang dimiliki. Semakin banyak marbling yang ditemukan, rasa daging semakin nikmat, kualitas pun semakin diakui. Marbling sendiri adalah guratan-guratan putih yang terdapat pada daging. Putih-putih pada marbling merupakan lemak yang biasa dimiliki oleh daging-daging nan berkualitas. Dari marbling inilah juicy steak dihasilkan. Saat ini yang menduduki peringkat teratas untuk kualitas terbaik pada daging adalah daging yang berasal dari Jepang, Wagyu. Lalu diikuti Australia dan Amerika.
Tingkat Kematangan Mempengaruhi Kelezatan Steak
Untuk mendapati steak yang nikmat tak hanya kualitas daging saja yang patut diperhitungkan. Namun cara mengolah daging pun akan mempengaruhi rasa yang dihasilkan. Begitu pula dengan tingkat kematangan daging. Ada beberapa tingkat kematangan yang biasa ditawarkan saat kita ingin menyantap steak. Yaitu :
Well Done
Dari segi penampilan Well Done terlihat coklat dan kering dengan tingkat keempukan sedikit kenyal karena tekstur serat daging menjadi sangat rapat sehingga lemak dan kandungan air pada daging habis terpanggang. Di sini juicy steak hampir tak terasa. Konon untuk tingkat kematangan jenis ini menjadi favorit bagi orang-orang yang belum terlampau paham tentang steak.
Medium Rare
Bila sebuah steak diiris dan pada bagian dalam daging masih tampak berwarna merah itu tandanya steak diolah dengan tingkat kematangan Medium Rare. Pada tahapan ini steak masih memiliki kadungan air yang cukup banyak dan aroma daging terasa kental. Orang-orang Perancis menggemari tingkat kematangan steak jenis ini.
Medium
Pada tahapan ini akan tampak bagian tengah daging masih berwarna merah namun pada tepinya warna merah tidak telampau kencang. Komparasi antara tekstur daging dan kandungan air yang dimiliki cukup seimbang sehingga bila tiap potongan steak tergigit membuat lidah mampu merasakan manisnya juicy yang ada.
Medium Well
Konon tingkat kematangan yang dihasilkan pada tahapan ini sangat cocok di lidah. Perpaduan yang pas antara tekstur dan kandungan air memberikan sensasi nan maknyus pada indera perasa kita. Bagian dalam daging dibalut dengan warna merah muda lalu dibungkus oleh aroma panggang yang kencang akan membuat selera kian memuncak.
BACA INI!!! MUKIDI BERULAH LAGI.
Satu rumus yang saya dapat hasil dari browsing ilmu yaitu semakin matang steak dimasak, juicy yang didapat semakin sedikit, kenimatan yang dirasa pun kian tipis. Tapi itu kembali lagi ke masalah selera.
Wagyu Vs US Certified Angus Beef
Dunia mengakui bila Wagyu berada di peringkat teratas untuk urusan steak. Namun steak yang disajikan di meja kami tak hanya sapi yang berasa dari Jepang saja. Tapi, sapi hitam Angus yang bersertifikat US pun ada dalam daftar pesanan kami.
US Tenderloin
163.000 IDR itu harga yang disematkan untuk 200 gram US Tenderloin steak yang saya pesan saat di Holycow SteakHouse tempo lalu. Memesan tenderloin karena dagingnya yang cenderung lebih lembut dan memiliki lemak yang lebih sedikit tinimbang sirloin. Dengan pertimbangan ketebalan daging yang cukup besar, saya pun memilih welldone untuk tingkat kematangan steak. Saos black pepper kian melelehkan liur di tiap gigitan yang saya buat. Ditutup dengan satu potong kentang goreng menjadi klimaks kenikmatan santap malam saya.
US Sirloin
Ini pilihan mantan pacar saya. Suami saya ini memang lebih suka sirloin tinimbang tenderloin. Lemak lebih banyak, daging lebih keras. Tingkat kematangan medium rare dan saos barbeque menjadi pilihannya. US Sirloin ini dibanderol sedikit lebih murah dari US Tenderloin milik saya yaitu sebesar 115.000 IDR.
Wagyu Tenderloin
Inilah menu andalah yang ada di Holycow SteakHouse. Ibu kami yang memesannya. Siapkan 208.000 IDR bila ingin menikmati kelezatan wagyu ala Chef Afit. Tak seperti saya dan suami yang lebih suka memesan kentang goreng sebagai pengganti nasi, ibu kami lebih memilih mashed potato sebagai asupan karbohidratnya.
Wagyu Sirloin
Ibu dan bapak memang kerap sehati dalam urusan selera. Yang membedakan pilihan keduanya adalah tekstur daging yang mereka suka. Bila ibu suka kelembutan, bapak sebaliknya. Harga Wagyu Sirloin steak pilihan bapak diberi nilai 160.000 IDR.
Meatballs
Menu satu ini cenderung ditujukan untuk anak-anak. Tiga buah daging serupa bakso ukuran jumbo cukuplah untuk kedua putri saya. Cukup dengan 55.000 IDR anak-anak sudah merasa kenyang.
Rasa kenyang tak hanya didapat dari meatballs saja, tapi milo yang anak-anak pesan kian membuat perut keduanya terasa penuh. Satu gelas milo diberi harga 23.000 IDR.
Saat ini Holycow SteakHouse menjadi steak terbaik yang pernah saya coba. Bila kamu berminat mengunjungi tempat makan ini, tandai logo yang ada di awal tulisan. Karena tempat makan yang mulanya dibangun dengan sebuah kerjasama itu harus pecah kongsi pada Mei 2012. Sehingga lahirlah dua brand yang memiliki nama yang sama. Satu yang membedakan keduanya adalah logo. Lingkaran dan kepala sapi menjadi logo yang dipilih oleh Chef Afit untuk warung steak miliknya.
Cobain steak holycow yang disabang atau ditempat lain kok berbeda dengan yg dikalimalang loh.. Lebih nikmat yang dikalimalang. Padahal kan harusnya sama ya
oya? wah, ntar kucoba dech yang di tempat lainnya. baru nyoba yg di kalimalang.
Duhhh..tampak yummy..bisa nih masuk daftar list kuliner nantinya
wis, sip. 🙂
kalo rasanya mantap harga pun gk menjadi soal ya hehe.. mungkin suatu saat saya mau ke sana sepertinya hehe
setuju mb intan. 🙂
Tempatnya saja sudah menarik gitu, menu apapun yg dimakan pasti enak #eh
#eh 🙂
Belum sempet coba nih Mba, padahal di Bandung udah ada lama di jalan riau. Kalo aku lebih suka tenderloin + well done hihi
cobain mb, enak kok 🙂
Aku biasanya makan di camp senopati mba, ini kesukaan sm temen2 kantor. Dlu smpet bingung karna ada 2 holycow, aku cobain tuh dua2nya ternyata enakan yg steakhouse dan baca beritanya ternyata memang dluny mereka satu kerjasama tp pecah jadi 2. Yg satu steakhouse yg satu steakhotel.
Holycow hy cher afit memang is the best
iya mb, pecah kongsi jadi ada dua holycow, slain dari logo, ternyata nama belakang ke duanya juga beda ya. setuju mbak, utk steak made in lokal holycow by chef Afit masuk dlm list yang patut dikunjungi.
Di Makassar sudah ada holycow, tapi belum ngajak blogger 😀
Wkwkwk tunggu diajak y mb hehe…
Keliatannya enak Mbak.
Aku selalu berpikir kalu yang dimasak medium ataupun medium rare, pokoknya yg setengah mateng, dagingnya pasti keras. Lah wong yang mateng aj kadang keras kok. Wkwkwk. Pemikiran saya salah kali ya Mbak?
terlalu mentah juga teksturnya berasa alot klo menurutku, tapi kondisi terlampau matang pun, juicy daging akan habis terpanggang, klo sudah seperti itu ya kering dan keras, seperti rendang, rendang yang benar itu ketika dagingnya sudah berwarna hitam, kering, dan tentu saja alot. begitu pun dengan daging yang dipanggang, kian lama, kian alot, klo aku sendiri lebih suka medium well. gak berani pilih yang medium rare. hehe.
Waah ini deket banget dari rumah, baru tahu ada Holycow di Kalimalang. Yang deket mana ini mba.